Klarifikasi dan Penjelasan Elliana Wibowo (Anak Dari Pendiri Blue Bird Group) Terkait Dengan Adanya Polemik Yang Terjadi Di PT. BLUE BIRD. Tbk -->

Translate

MON

Ekles Clinik

REKTOR

LOGO PPWI

Klarifikasi dan Penjelasan Elliana Wibowo (Anak Dari Pendiri Blue Bird Group) Terkait Dengan Adanya Polemik Yang Terjadi Di PT. BLUE BIRD. Tbk




DETIKAKTUAL, JAKARTA - Pertama-tama saya mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan media/pers yang hadir pada hari ini. Pertanyaannya adalah mengapa saya perlu hadir secara langsung pada acara ini? Hal ini dikarenakan saya merasa perlu menjelaskan sendiri sejarah berdirinya Taxi Blue Bird dan peristiwa-persitiwa kekerasan fisik terhadap diri saya dan ibu saya. Saya mengamati pemberitaan yang beredar sudah menjurus pada upaya pemutar balikkan fakta/penggaburan fakta pasca saya menggugat pra peradilan dan gugatan perdata perbuatan melawan hukum di PN Jakarta Selatan melalui Tim Kuasa Hukum yang sudah saya tunjuk. 


Menurut saya, pemberitaan yang beredar di publik saat ini adalah pemutar balikkan fakta hukum/pengaburan fakta yang sesungguhnya. Adanya klaim dari Management Blue Bird TBK (saudara Sigit Suharto Djokosoetono dan saudara Yusuf Salman) bahwa Blue Bird Group adalah milik satu keluarga saja (Ibu Mutiara Djokosoetono) adalah sebuah penyesatan informasi dan pembohongan publik. 


Apalagi Blue Bird saat ini sudah merupakan perusahaan terbuka. Tansparansi dan akuntabilitas menjadi syarat mutlak sebuah perusahaan terbuka untuk menghindari pemutar balikkan fakta yang dapat merugikan kepentingan publik dan kepentingan pemegang saham. 


Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini, saya ingin melakukan klarifikasi dan memberikan penjelasan seputar pendirian perusahaan Blue Bird Group, kasus kekerasan fisikpsikis, dan pendirian perusahaan dalam perusahaan (Kanibalisasi) yang telah mengakibatkan kerugian besar bagi saya dan keluarga. 


Surjo Wibowo Pendiri Utama Perusahaan Blue Bird Group 


Perlu saya jelaskan, Ayah saya, Alm. Surjo Wibowo, pria kelahiran Ponorogo (Jawa Timur) 1 Januari 1921 adalah putra dari pengusaha besar nan terkenal dari Ponorogo dan Surabaya (Jawa Timur), namun demikian dalam kesehariannya beliau sangatlah bersahaja dan bersifat "menerima”. Sejak dahulu orang tuanya sudah memiliki berbagai macam usaha di Jawa Timur, seperti : pom bensin, perusahaan batik, pabrik rokok, perusahaan importir makan dan minuman dari Eropa, toko emas, berlian, perhiasan, dll. 


Pada akhir tahun 1940-an, keluarga mereka pindah ke Jakarta dan meneruskan usahanya: pabrik rokok, pabrik batik, pabrik kembang api, transportasi, dan importir makanan, serta pedagang perhiasan. 


Alm. Surjo Wibowo bersama istrinya (Janti Wirjanto), yang juga putri pengusaha besar dari Pekalongan, sejak tahun 1950-an telah berkecimpung juga dalam bidang usaha transportasi, yaitu : perbengkelan, Suburban, taxi limousine (Mercedes Benz, Opel, Holden, FIAT, dll) dan mendapatkan penunjukkan langsung dari Presiden RI (Ir. Soekarno) untuk melayani transportasi Asian Games tahun 1962 serta memiliki dealership mobil Eropa ( FIAT juga importir Chassis Truck, dll). Pada tahun 1967 Alm. Surjo Wibowo juga telah memiliki suatu bank swasta (Bank Perimbangan) di Jakarta Pusat. 


Pertemuan Dua Keluarga (SW dan MD) 


Pada kesempatan ini, saya perlu jelaskan awal terjadinya perkenalan dua keluarga (kel. Alm. Surjo Wibowo dengan kel. Almh. Mutiara Djokosoetono) : menurut informasi dari kedua orang tua saya, pada suatu hari tahun 1968 Almh. Mutiara Djokosoetono serta seorang menantu perempuannya (Dolly Regar/Ibu dari Sigit Suharto) mendatangi kediaman Alm. Surjo Wibowo di Jl. Raya Taman Sari, Jakarta Pusat dan memohon untuk menitipkan dua buah kendaraan mobil bekas (eks kendaraan dinas warisan mendiang suaminya) pada perusahan Alm. Surjo Wibowo, karena kel. Almh. Mutiara Djokosoetono kala itu telah mendengar dan mengetahui bahwa Alm. Surjo Wibowo adalah salah seorang pengusaha transportasi besar di Jakarta yang telah memiliki Taxi Bedrifts/ijin taxi resmi beserta pool dan segala fasilitas yang menunjangnya. Sebenarnya kala itu bisa juga kel. Alm. Surjo Wibowo menolak permohonan dari Almh. Mutiara D dan keluarganya, tetapi karena “belas kasihan” kepada keluarga mereka yang kala itu datang diwaktu hujan ke kediaman kami, maka kel. Alm. Surjo Wibowo pun langsung memberikan bantuannya kepada mereka. 


Selanjutnya, pada tahun 1971 Gubernur DKI Jakarta (Ali Sadikin) mengeluarkan izin resmi taxi ber-argometer dengan persyaratan antara lain adalah : harus menyediakan minimum 100 unit kendaraan baru dan harus memiliki lahan pool sendiri beserta semua fasilitas penunjangnya. Kebetulan pada saat itu yang dapat memenuhi persyaratan tersebut di atas adalah kel. Alm.Surjo Wibowo berupa sebuah perusahaan yang kredibilitas dan finansialnya telah mapan (PT. Semuco) dan lahan pool dan bengkelnya beserta SDM handal yang dimilikinya di jalan Garuda No. 88-90 Kemayoran, Jakarta Pusat yang sampai saat masih dipergunakan sebagai pool dan kantor Blue Bird taxi adalah milik keluarga almarhum Surjo Wibowo. Sehingga, dengan segala kemapanan dan pengalaman mengelola usaha bidang transportasi beserta fasilitas yang dimiliki oleh PT. Semuco pada saat itu akhirnya pada bulan November 1971 mendapat ijin Usaha Pertaksian DKI.


Perubahan PT. Sewindu Taxi Menjadi PT. Blue Bird Taxi 


Menindak lanjuti penunjukan izin Usaha Pertaksian DKI tersebut pada PT. Semuco tsb, maka kedua keluarga (SW dan MD ) mendirikan sebuah perusahaan baru yang dinamakan PT. Sewindu Taxi.  Pada saat itu PT. Sewindu Taxi dengan mudah mendapatkan sejumlah pinjaman dana usaha dari beberapa bank terkemuka di Jakarta karena kredibilitas dan nama baik Alm. Bapak Surjo Wibowo (Personal Guarantor) dan PT. Semuco (sebagai bank guarantor). Kemudian dengan perkembangan perusahaan taxi yang semakin membaik, pada tahun 1980-an, para pendiri PT Sewindu Taxi telah sepakat melalui RUPS mengubah namanya menjadi PT. Blue Bird Taxi.  Sehingga, sejarah pendirian taxi Blue Bird, dimulai dengan PT. Semuco, PT. Sewindu Taxi yang merupakan cikal bakal dari Blue Bird Group. 


Dalam perjalanannya PT. Sewindu Taxi telah memiliki berbagai anak perusahaan antara lain: PT.Big Bird (Chartered Bus),dll. Pada sekitar tahun 1990-an PT. Blue Bird Taxi tsb juga memiliki beberapa anak perusahaan antara lain: PT.Ziegler Indonesia, Hotel Holiday Resort (Lombok), RITRA Warehouse, dii. Sehingga sebenarnya Pendiri Utama Blue Bird Group (PT. Blue Bird Taxi yang dahulu bernama PT. Sewindu Taxi/PT. Semuco) adalah Alm. Bapak Surjo Wibowo dan Almh. Ibu Mutiara Djokosoetono. 


Peristiwa Kekerasan Fisik-Psikis Terhadap Keluarga Surjo Wibowo 


Perlu saya sampaikan, bahwa pada tanggal 10 Mei 2000, ayah saya, Bapak Surjo Wibowo meninggal dunia di Jakarta. Pada tanggal 23 Mei 2000 pukul 14:00 WIB diadakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) Blue Bird Group di Gedung Blue Bird, Lt. 3 Jl.Mampang Prapatan Raya No. 60, Jakarta Selatan. Tragisnya, sejak awal RUPS hingga akhir rapat tersebut Purnomo Prawiro berteriak-teriak dan secara terus menerus membentak-bentak Ibu Janti Wirjanto dan saya Elliana Wibowo dengan sangat kasarnya yang mana akar permasalahan sebenarnya yaitu Keluarga Purnomo Prawiro 


ingin menguasai saham saham Blue Bird Group dari keluarga Almarhum Bpk Suro Wibowo Setelah selesai rapat tersebut (sekitar pukul 15:45) di depan ruang rapat tersebut dengan tiba-tiba Purnomo Prawiro beserta keluarga istrinya/Endang Basuki, anaknya/Noni Purnomo, menantunya/Dr. Indra Marki beserta sejumlah besar pasukan keamanannya yang berbadan besar) mengepung, mengeroyok, menganiaya, memaki maki dan membantai (memukuli, menendang, mendorong) Ibu saya (Janti Wirjanto) dan saya sendiri (Elliana Wibowo) dengan sadis, biadab dan sangat kejam sehingga mengakibatkan luka-luka memar dan lebam pada wajah dan sekujur tubuh pada Ibu saya (Janti Wirjanto) dan saya (Elliana Wibowo). Sungguh merupakan suatu perbuatan yang tidak berperikemanusiaan.


Pada tanggal 25 Mei 2000 para korban melaporkan kejadian Pengeroyokan tersebut ke Polres Jakarta Selatan. Walaupun pelaporan tersebut sudah disertai hasil visum dari rumah sakit, alat bukti dan beberapa orang saksi yang cukup. Apalagi, penyidik Polres Jakarta Selatan telah menetapkan Purnomo Prawiro, Endang Basuki, Noni Purnomo, dan Dr. Indra Marki menjadi tersangka dalam kasus tersebut dan Laporan Polisi'' ini harus dilanjutkan kepada pihak jaksa berdasarkan putusan Praperadilan PN. Jakarta Selatan. Kasus tersebut ditarik ke Polda Metro Jaya, dan akhirnya ironisnya pada bulan Maret 2002 kasus tersebut malah di SP3 oleh pihak Polda Metro Jaya. Pada tanggal 10 Juni 2000 Ibu Mutiara Djokosoetono meninggal dunia di Jakarta. 


Pendirian Perusahaan Dalam Perusahaan (Kanibalisasi) 


Pasca peristiwa pengeroyokan dan penganiayaan (Korban Ibu Janti dan Elliana Wibowo) tidak berani lagi memasuki Gedung Blue Bird tersebut dan pool-pool lainnya. Tahun 2001 kel. Purnomo Prawiro dan Chandra Suharto mulai mendirikan perusahaan taxi dan bus pariwisata yang serupa dengan Blue Bird Taxi dan Big Bird, yang dinamakan PT. Blue Bird dan PT.Big Bird Pusaka (Perusahaan dalam Perusahaan) dimana manajemen perusahaan-perusahaan pribadi tersebut dicampuradukkan dengan manajemen PT Blue Bird Taxi dan PT. Big Bird. 


Dalam perjalanannya Purnomo Prawiro dan Chandra Suharto tidak mengembangkan/mengurus dengan baik PT. Blue Bird Taxi dan PT Big Bird melainkan sangat gencar mengurus dan mengembangkan PT. Blue Bird dan PT. Big Bird Pusaka nya tersebut. Sehingga saat ini jumlah aset dan kekayaan perusahaan-perusahaan pribadi mereka (PT.Blue Bird dan PT. Big Bird Pusaka) jauh melampaui jumlah aset dan kekayaan PT. Blue Bird Taxi dan PT.Big Bird. 


Pada tanggal 7 Juni 2013 dan tanggal 10 Juni 2013, keluarga Bpk. Purnomo Prawiro dan Kel. Chandra Suharto menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS Tahunan dan RUPS Luar Biasa) yang memutuskan untuk diberlakukannya sistem:" Manajemen Operasional Bersama" antara perusahaan-perusahaan pribadinya (PT. Blue Bird, PT. Pusaka Djokosoetono, dll dengan PT Blue Bird Taxi) yang sangat menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan pribadi mereka, tetapi di sisi lain PT. Blue Bird Taxi sendri adalah sangat dirugikan dan membuatnya menjadi sangat terpuruk kondisinya, tragis !!! 


Pada tahun 2014 kel. Purnomo Prawiro dan kel. Alm. Chandra Suharto meng-IPO/go public perusahaan-perusahaan pribadi mereka (a.l. PT. Blue Bird, PT. Big Bird Pusaka, dll). Pada tanggal 11 Mei 2015 kel. Bpk. Purnomo Prawiro dan kel. Alm. Bpk. Chandra Menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham PT. Blue Bird Taxi (RUPS Tahunan dan RUPS Luar Biasa), yang agenda rapatnya a.I. : penambahan modal sebesar Rp. 50 milyar dari para pemegang sahamnya dengan konsekuensi bahwa bagi para pemegang saham yang tidak turut serta menambahkan dana/modal ke perusahaan tsb maka jumlah sahamnya akan didilusi/dikurangi sesuai komposisi perhitungan saham masing-masing. Hal tersebut upaya jahat merampok saham pendiri dengan cara-cara yang melanggar norma moral dan norma hukum. Sangat Tragis !!! Itulah fakta yang sebenarnya. Saya menilai, upaya ini merupakan perbuatan sistematis, terstruktur dan masif untuk mengambil saham-saham milik pendiri blue bird (Elliana Wibowo dan Lani Wibowo : pemegang Saham 20 Persen) untuk menguasai Blue Bird tanpa melalui proses jual beli saham yang sah menurut hukum. 


Tindakan tersebut dinilai : sangat tidak wajar dan tidak fair !!!, mengingat bahwa perusahaan sudah sangat mapan dan harum namanya (selama 45 tahun), tetapi ironisnya malah saat Ini perusahaan tidak bisa mengatasi kebutuhan dana sebesar 50 milyar rupiah, mengapa??? apakah dikarenakan selama ini adanya miss management di dalam perusahaan sebesar itu. 


Klarifikasi dan Penjelasan Kehadiran PT. Blue Bird TBK atau BIRD 


Setelah melihat sejarah singkat proses pertumbuhan dan perkembangan perusahaan ini, sekarang kita melihat proses perkembangan dan tata kelola perusahaan pada PT. Blue Bird TBK atau BIRD. Untuk itu, sebagai pemilik dan pemegang saham sejak awal berdirinya, kami ingin klarifikasi dan memberikan beberapa penjelasan. 


Sesuai data dan informasi yang bisa dilacak, diketahui bahwa di dalam Laporan Keuangan PT. Blue Bird TBK/BIRD (Des 2021) , tercatat aset sebesar Rp 6,5 Triliun. Diketahui pula dari data informasi media (CNBC), tercatat per Maret 2022 dilaporkan bahwa BIRD mencapai laba bersih Rp 7,71 Milyar atau per tahun pendapatan bersih menjadi Rp 2,2 Triliun atau naik 8,55. Dilaporkan pula, adapun laba tersebut antara lain disumbangkan dari bisnis kendaraan taksi BIRD yang menyumbang pemasukan Rp 1,63 T dan sewa kendaraan Rp 608 M. (sumber CNBC indonesia). 


Pada kesempatan ini, saya perlu tegaskan bahwa: Hubungan afiliasi (induk dan anak perusahaan) tercatat PT. Big Bird dan PT. Blue Bird adalah entitas yang memiliki hubungan afiliasi dengan PT. Blue Bird TBK atau BIRD. Diinformasikan juga bahwa pemasukan PT. Blue Bird TBK atau BIRD didominasi oleh pemasukan dari bisnis taksi dan sewa kendaraan. Diketahui (seperti diberitakan CNBC Indonesia) bahwa pemasukan PT. Blue Bird TBK atau BIRD dominan disumbangkan oleh Sewa Kendaraan (bisnis PT Big Bird) dan Bisnis Taxi (Blue Bird). 


Karena itu, dengan memperhatikan pengelolaan management Blue Bird Group dan Blue Bird TBK, saya ingin memberikan catatan kritis sebagai berikut : 


  1). Transparansi adalah prinsip dasar sebuah Perusahaan Terbuka (TBK), sebagai panduan bagi para investor termasuk para pemegang saham di PT. Big Bird dan PT. Blue Bird Taxi sebagai perusahaan afiliasi dari PT. Blue Bird (TBK) atau BIRD. 


  2). Sebagaimana regulasi dan ketentuan perundangundangan yang mengharuskan adanya transparansi tata kelolah keuangan kepada masyarakat dalam sebuah Perusahaan Terbuka (TBK) tapi mengapa pemegang saham tidak memiliki akses informasi apapun? 


  3). Dalam Laporan keuangan PT. Blue Bird TBK atau BIRD, (sebagaimana diberitakan media) terdapat catatan laporan keuangan konsolidasi dimana PT. Blue Bird TBK atau BIRD dan PT. Big Bird serta PT. Blue Bird Taxi terkonsolidasi, namun jadi pertanyaan kritis adalah apabila terdapat pendapatan dari PT. Big Bird dan PT. Blue Bird Taxi, apakah langsung tercatat sebagai pendapatan PT. Blue Bird IBK atau BIRD? Pertanyaan ini sengaja diajukan karena para pemegang saham sama sekali tidak pernah diundang RUPS untuk pengkonsolidasian dimaksud serta tidak pernah memperoleh akses ke laporan keuangan tahunan perseroan. 


  4). Pertanyaan selanjutnya adalah apakah Bus-Bus di PT. Big Bird dan Taxi di PT. Blue Bird Taxi merupakan aset dari PT. Blue Bird TBK/ BIRD? Atau justru aset dari anak perusahaan yang dikonsolidasikan? Menjadi catatan bahwa Izin Operasional Bus dan Taksi adalah tercatat di PT. Big Bird dan PT. Blue Bird Taksi. 


  5). PT. Blue Bird TBK atau BIRD, sebagaimana diberitakan mengalami keuntungan tapi afiliasinya (Big Bird dan Blue Bird taxi) yang menyumbang begitu banyak pada keuntungan perusahaan PT. Blue Bird TBK atau BIRD dimaksud justru merugi dan tidak memperoleh deviden? 


  6). Pemegang saham justru tidak memperoleh akses sama sekali terhadap informasi dimaksud 


  7). Patut diduga telah terjadi eliminasi kepemilikan di PT. Big Bird dan PT. Blue Bird Taksi, sehingga kedua perseroan ini menjadi lebih kecil/merugi, sementara PT. Blue Bird TBK atau BIRD cepat membesar secara bisnis, yang akibatnya merugikan para pemegang saham di dalamnya.” 


Tuntutan/Permohonan : 


1. Saya memohon dengan hormat kepada Bapak Presiden Joko Widodo agar membersihkan mafia peradilan yang masih bergentayangan di dalam dunia peradilan kita saat Ini. Saya sebagai pemegang saham pendiri sampai hari ini belum menerima pembagian dividen selama kurang lebih 10 tahun lebih sampai dengan permohonan gugatan saya sampaikan. 


2. Saya juga memohon dengan hormat kepada Bapak Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk atas nama hukum dan keadilan agar segera memerintahkan Kapolda Metro Jaya membuka kembali kasus saya yang sudah dihentikan oleh Mantan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri dahulu Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada tahun 2002 (Laporan Polisi Nomor Pol 1172/935/K/V/2000/RES JAKSEL, tertangal 25 Mei 2000) terhadap para tersangka Purnomo Prawiro, Endang Basuki, Noni Purnomo dan Indra Marki. 


3. Saya memohon dengan hormat kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk mengawasi secara ketat kepada para hakim, jaksa dan polisi yang terlibat dalam proses perkara yang sedang kami ajukan (perkara praperadilan dan gugatan PMH) di PN Jakarta Selatan untuk menghindari terjadinya mafia peradilan dalam perkara gugatan Praperadilan Nomor 63/Prapid/2022/PN.JKT. SEL terhadap Kapolda Metro Jaya dan gugatan PMH Nomor 667/Pdt.G/2022/PN.JKT.SEL terhadap Purnomo Prawiro, DKK 


4. Saya memohon dengan hormat kepada Yang Mulia, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk mengawasi secara langsung terhadap persidangan kasus Praperadilan dan gugatan PMH yang saya ajukan untuk mendapatkan keadilan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. dalam perkara gugatan Praperadilan Nomor 63/Prapid/2022/PN.JKT. SEL terhadap Kapolda Metro 

Jaya dan gugatan PMH Nomor 667/Pdt.G/2022/PN.JKT.SEL terhadap Purnomo Prawiro, DKK 


Demikianlah keterangan pers ini saya sampaikan, saya melakukan ini, semata-mata untuk melakukan klarifikasi, memberikan penjelasan, dan meluruskan kembali pendirian perusahaan Blue Bird Group agar masyarakat dapat mengetahui lebih jelas duduk persoalan. Sehingga tidak lagi oknum-oknum yang memberikan keterangan pers yang dapat memberikan penyesatan informasi/pembohongan  publik terhadap masyarakat. Atas kehadiran rekan-rekan media pada acara ini dan dukungan semua pihak, saya ucapkan banyak terimakasih." (JNI)