Refleksi Akhir Tahun: Urgensi Pembentukan Badan Penerimaan Negara guna meningkatkan Rasio Pajak -->

Translate

MON

Ekles Clinik

REKTOR

LOGO PPWI

Refleksi Akhir Tahun: Urgensi Pembentukan Badan Penerimaan Negara guna meningkatkan Rasio Pajak

Oleh IndONEsia Public Fund Watch

Detikaktual.Com, Jakarta - Lanskap fiskal Indonesia pada penghujung tahun 2025 ditandai oleh pergeseran tektonik

dalam kebijakan administrasi negara yang dipicu oleh ambisi besar pemerintahan Presiden

Prabowo Subianto. Di tengah tekanan ekonomi global yang fluktuatif dan perlambatan harga komoditas utama, urgensi untuk mereformasi institusi pemungut pajak menjadi diskusi sentral

dalam kebijakan ekonomi nasional. 


1

Refleksi akhir tahun ini menyoroti paradoks antara target

pendapatan negara yang ambisius sebesar 23 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

dengan realitas rasio pajak yang masih mengalami kontraksi signifikan di angka 8,42 persen

pada semester pertama 2025. 

Kondisi ini memicu akselerasi rencana pembentukan Badan

Penerimaan Negara (BPN) sebagai solusi struktural untuk memutus rantai stagnasi

penerimaan negara yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade. 


2. Landasan Regulasi dan Transformasi Kelembagaan

2025 Transformasi kelembagaan menuju Badan Penerimaan Negara bukan lagi sekadar wacana kampanye, melainkan telah menjadi mandat yuridis melalui pemutakhiran regulasi strategis.


Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah

(RKP) Tahun 2025 secara eksplisit memasukkan pendirian BPN ke dalam Program Hasil

Terbaik Cepat. 



Kebijakan ini merupakan langkah konkret untuk memperjelas narasi

"optimalisasi penerimaan negara"

yang sebelumnya tertuang dalam Perpres Nomor 109 Tahun

2024 menjadi langkah pembentukan badan khusus yang memiliki otoritas lebih luas. 2

Landasan hukum ini juga disinkronkan dengan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024

tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025, yang

menuntut efisiensi pemungutan yang lebih tinggi guna membiayai belanja negara yang

meningkat. 1

Pemerintah juga menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

2025-2029 melalui Perpres Nomor 12 Tahun 2025, yang menetapkan arah baru pengelolaan

fiskal dengan target peningkatan tax ratio secara bertahap. 2

Desain besar BPN bertujuan

mengintegrasikan tugas dan fungsi yang sebelumnya terfragmentasi antara Direktorat

Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), serta pengelolaan

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). 2

Struktur Organisasi Badan Penerimaan Negara (BPN)

Berdasarkan rancangan tata kelola kelembagaan, BPN didesain dengan struktur hierarki yang

solid untuk menjalankan mandat optimalisasi penerimaan negara secara otonom. Lembaga ini

dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang dibantu secara langsung oleh Wakil Kepala .

Dalam operasionalnya, pimpinan BPN didukung oleh dua unsur administratif dan pengawasan

utama, yakni Sekretaris Utama dan Inspektur Utama . Struktur ini juga dilengkapi dengan

Kepala Perwakilan untuk memastikan jangkauan kebijakan di tingkat daerah.

Rincian pembagian tugas dan fungsi dalam struktur BPN adalah sebagai berikut:

Unsur Pembantu Pimpinan (Staf Khusus dan Staf Ahli)

Staf Khusus: Memiliki tiga pilar koordinasi, yaitu:

1. Bidang Kerjasama Kelembagaan dan Komunikasi Internasional.

2. Bidang Perpajakan, Kepabeanan dan PNBP.

3. Bidang Ekonomi, Keuangan dan Fiskal.

Staf Ahli: Berfokus pada lima aspek strategis pengembangan penerimaan:

1. Bidang Intensifikasi Penerimaan.

2. Bidang Ekstensifikasi Penerimaan.

3. Bidang Pengembangan dan Penertiban Sumber Daya Manusia.

4. Bidang Penegakan Hukum dan Litigasi.

5. Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Unsur Pelaksana (Deputi)

BPN diperkuat oleh tujuh Deputi dengan pembagian urusan yang terspesialisasi:

Deputi 1: Peraturan, Advokasi, dan Kehumasan.

Deputi 2: Perencanaan, Pengelolaan, dan Optimalisasi Penerimaan Negara.

Deputi 3: Pengawasan, Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Penerimaan Negara.

Deputi 4: Transformasi Kelembagaan, Penelitian, dan Pengembangan Kebutuhan

Organisasi.

Deputi 5: Keberatan, Banding, dan Pengurangan Sanksi.

Deputi 6: Perjanjian dan Kerjasama Internasional.

Deputi 7: Transformasi Teknologi Informasi dan Komunikasi, Pengelolaan Data, dan

Pemanfaatan Informasi Perpajakan.

Program Strategis Optimalisasi Penerimaan Negara

2024-2029

Pemerintah telah merumuskan peta jalan strategis untuk memastikan kedaulatan fiskal yang selaras dengan amanat Pasal 23 dan Pasal 33 UUD 1945. Strategi ini ditujukan untuk memitigasi rendahnya kepatuhan wajib pajak yang disebabkan oleh faktor kepercayaan ( trust )

2

dan meluasnya aktivitas ekonomi bawah tanah ( underground economy ). 9

Rencana Aksi Berbasis Jangka Waktu

Untuk mencapai target rasio penerimaan 23 persen, pemerintah menetapkan tonggak

pencapaian sebagai berikut:

1. Jangka Pendek (2024-2025):

Implementasi program Tax Amnesty untuk menarik modal dan aset yang belum

terlapor.

Penyempurnaan regulasi guna menciptakan landasan hukum bagi optimalisasi

pendapatan.

Penerapan Compliance Risk Management (CRM) berbasis pemetaan, profil, dan

benchmark sektoral.

Perluasan basis penerimaan melalui audit kontrak pemerintah (seperti PSC dan

CoW).

2. Jangka Menengah (2026-2029):

Amandemen substansi kontrak-kontrak pemerintah untuk memaksimalkan bagi hasil

negara.

Ekspansi kerja sama dan perjanjian luar negeri guna menutup celah penghindaran

pajak lintas batas.

Intensifikasi kerjasama domestik dengan Aparat Penegak Hukum (APH), Bank

Indonesia, OJK, dan pemerintah daerah.

Inisiatif "Quick Win" 100 Hari Kerja Pertama

Guna menciptakan momentum awal, BPN fokus pada langkah-langkah percepatan yang

memberikan dampak instan:

Intensifikasi Data Keuangan: Optimalisasi pemanfaatan data melalui sistem Automatic

Exchange of Information (AEOI).

Fokus Penerimaan Non-Pajak: Peningkatan setoran dari royalti, dividen BUMN, dan bagi

hasil sumber daya alam.

Penyisiran Underground Economy: Penertiban praktik bisnis di sektor strategis seperti

emas, kelapa sawit/CPO, rokok, serta sektor tambang migas dan umum. 9

Analisis Penurunan Rasio Pajak Tahun 2025

Tahun 2025 diawali dengan tantangan berat bagi otoritas perpajakan. Rasio pajak Indonesia

tercatat turun menjadi 8,42 persen pada paruh pertama tahun ini, jauh di bawah capaian 9,49

persen pada periode yang sama tahun 2024. 5

Penurunan ini terjadi di tengah pertumbuhan

ekonomi yang stabil di level 5,12 persen pada kuartal kedua 2025, yang menunjukkan adanya

diskoneksi antara pertumbuhan sektor riil dengan kapasitas pemungutan pajak. 5

Faktor penyebab penurunan ini bersifat multidimensional. Dari sisi teknis, implementasi sistem

3

inti administrasi perpajakan yang baru ( Coretax ) menciptakan hambatan administratif

sementara yang memperlambat arus pelaporan dan pembayaran. 5

Selain itu, faktor eksternal

seperti normalisasi harga komoditas telah menekan setoran Pajak Penghasilan (PPh) Badan

dari sektor pertambangan dan perkebunan. 3

Inovasi Analitik: Peran AICE Research Group dan

Sistem AICEco

Di balik upaya penguatan teknologi fiskal, kontribusi pemikiran akademis dan praktisi melalui

AICE Research Group menjadi elemen krusial dalam merancang ekosistem kepatuhan masa

depan. Kelompok riset ini, yang dipimpin oleh Dr. Joko Ismuhadi, mengembangkan konsep

Artificial Intelligence Compliance Ecosystem (AICEco) yang dapat diakses melalui portal

resmi https://aiceco.id/ . 17

Sistem ini dirancang sebagai solusi integratif yang memadukan

analitik data, machine learning , dan sistem prediktif untuk meminimalkan risiko fraud serta

meningkatkan kualitas penerimaan negara. 17

Inti dari kecanggihan AICEco terletak pada penggunaan Ismuhadi Equation (IE) , yang

mengintegrasikan Tax Accounting Equation (TAE) dan Mathematical Accounting Equation

(MAE) sebagai instrumen forensik untuk mendeteksi anomali perpajakan secara objektif.

Persamaan tersebut dirumuskan sebagai berikut:

Tax Accounting Equation (TAE): Revenue = Expenses + (Assets - Liabilities)

Mathematical Accounting Equation (MAE): Assets

+

Dividend

+

Expenses

=

Liabilities + Equity + Revenues

Inovasi ini sangat relevan dengan program optimalisasi penerimaan, khususnya dalam

memberikan

"mata elang"

bagi Deputi 7 dan Deputi 3 untuk mengidentifikasi celah di sektor

underground economy . AICEco diproyeksikan mampu membantu pemerintah menutup gap

penerimaan hingga 3 persen dari PDB dengan mendeteksi aktivitas ekonomi tersembunyi

yang selama ini luput dari sistem konvensional.

Perspektif Internasional: Pembelajaran dari Model

SARA

Konsep BPN di Indonesia memiliki kemiripan dengan model Semi-Autonomous Revenue

Authority (SARA) yang telah diadopsi oleh banyak negara di Afrika dan Amerika Latin sejak

tahun 1980-an. 13

Pengalaman di negara-negara seperti Peru, Afrika Selatan, dan Kenya

menunjukkan bahwa otonomi kelembagaan seringkali memberikan dorongan awal yang

signifikan terhadap kenaikan rasio pajak, dengan peningkatan rata-rata 4 hingga 10 persen dalam beberapa tahun pertama setelah pembentukan. 15 Keberhasilan model SARA sangat bergantung pada kemampuan lembaga tersebut untuk

melakukan reformasi SDM yang mendalam, termasuk skema penggajian yang kompetitif guna mencegah korupsi. 15

Namun, penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa otonomi saja tidak cukup. Tanpa integritas sistem dan kepemimpinan yang kuat, BPN berisiko hanya

menjadi perubahan nama birokrasi yang menambah beban biaya operasional negara tanpa memberikan dampak signifikan pada rasio pajak.

Rekomendasi dan Proyeksi Masa Depan Berdasarkan analisis mendalam terhadap realitas fiskal 2025, pembentukan Badan

Penerimaan Negara tetap memiliki urgensi yang tinggi sebagai sarana transformasi

menyeluruh. Struktur baru yang melibatkan tujuh deputi spesialis harus dioptimalkan untuk mengeksekusi rencana jangka pendek dan menengah secara disiplin. Masa transisi harus

dikelola dengan memastikan sistem teknologi informasi benar-benar handal dan tidak ada gangguan pada layanan wajib pajak.


Penguatan regulasi melalui mekanisme Omnibus Law perpajakan dipandang perlu untuk memberikan kepastian hukum yang kokoh bagi BPN. 2

Dengan mengintegrasikan sistem pengawasan canggih seperti kerangka kerja AICEco ( https://aiceco.id/ ) ke dalam operasional harian, BPN diharapkan mampu menjadi motor penggerak untuk mencapai kedaulatan fiskal Indonesia menuju visi 2045 dan target rasio penerimaan 23 persen.